Kelompok 11. Dengan personil :
Kewajiban
kami sebelum mengikuti mata perkuliahan ini adalah bagaimana kami bisa
merangkum bagian-bagian penting yang nantinya akan dipelajari lebih dalam
dikelas. Berdasarkan hasil
diskusi kelompok kami mengenai “Teori-Teori Belajar Awal” berikut adalah hasil
rangkumannya.
TEORI-TEORI
BELAJAR AWAL
Sebagai
disiplin ilmu muda, psikologi menghadapi dua pertanyaan utama yaitu: Apa yang
seharusnya menjadi fokus studi? Dan, apa yang seharusnya menjadi cakupan
disiplin ilmu ini?. Menanggapi kedua pertanyaan utama tersebut, seorang tokoh
psikologi B. Watson memunculkan pendekatan behaviorisme. Watson mencatat bahwa
fokus pada kesadaran dan proses mental menyebabkan psikologi menemui jalan
buntu karena topik-topiknya yang sulit ditangani. Oleh karena itu Watson
mengusulkan subjek studi umum “Perilaku” untuk menyatukan semua psikolog.
Menurut
Watson (1913) dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu memprediksi
respons yang ditimbulkan lewat stimulus dan sebaliknya. Ketika tujuan ini
tercapai psikologi akan menjadi ilmu eksperimental objektif.
Dalam
mempelajari perilaku ada dua pendekatan awal yang perlu diketahui, yaitu
penngkondisian klasik dan koneksionisme. Selain tentang dua pendekatan awal,
behaviorisme juga mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar yaitu :
1.
Yang
menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati, bukan
menjadi mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
2.
Perilaku
harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan
respons spesifik).
3.
Proses
belajar adalah perubahan behavioral. Suatu respons khusus terasosiasikan dengan
kejadian dari suatu stimuli khusus, dan terjadi dalam kehadiran stimulus tersebut.
Berikut akan dibahas mengenai beberapa tokoh yang
terkenal dengan pendekatan pengkondisian klasik dan koneksionismenya.
Pavlov dan
Pengkondisian Klasik atau Refleks
Kisah riset Pavlov memperlihatkan seorang ilmuwan
kesepian yang secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengontrol perilaku
sederhana saat meneliti reflex keluarnya air liur anjing. Pengkondisian refleks
dalam eksperimen Pavlov dan Bekheterev merefleksikan asumsi ini dan
mendemonstrasikan bahwa relasi natural antara stimulus dan reflex yang
terasosiasikan dapat diubah. Riset ini memuat asumsi bahwa sebab-sebab perilaku
yang kompleks akan dapat diungkap.
Melatih refleks untuk merespons stimulus baru
membutuhkan pemasangan berulang kali antara stimulus tersebut dan stimulus yang
secara alamiah memunculkan refleks. Sebagai hasilnya, stimulus yang
dikondisikan (CS) akan menimbulkan respons yang dikondisikan (CR). Ini disebut
pengkondisian klasik.
Behaviorisme John Watson
Watson memberi kontribusi
pada perkembangan psikologi melalui tiga cara, yaitu:
1.
Watson mengorganisasikan temuan riset pengkondisian ke dalam perspektif
baru, yakni behaviorisme, dan membujuk psikolog lain untuk memahami arti
penting dari pendapatnya.
2.
Konstribusi asli dari karyanya adalah memperluas metode pengkondisian
klasik ke respons emosional pada manusia.
3.
Karyanya meningkatkan status belajar sebagai topik dalam psikologi.
Selain mengajak orang lain untuk mendukung pendapat
behaviorisme yang didasarkan pada pengkondisian klasik, Watson juga
mengembangkan teori emosi behavioral. Dia berpendapat bahwa kehidupan emosi
orang dewasa bersumber dari pengkondisian reaksi emosional insting (cinta,
marah, takut) terhadap berbagai macam objek dan peristiwa.
Koneksionisme
Edward Thorndike
Koneksionisme Edward Thorndike berbeda dengan
pengkondisian klasik dalam dua hal. Pertama, Thorndike tertarik dengan proses
mental, dan dia pertama-tama mendesain eksperimennya untuk meneliti proses
pemikiran binatang. Kedua, alih-alih meriset reaksi refleks atau tidak
sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarela.
Riset Thorndike terhadap hewan adalah meneliti
perilaku mandiri hewan, bukan reaksi refleksnya. Setelah melihat makin cepatnya
hewan berhasil mencapai makanan, dia menyimpulkan bahwa respons yang tepat
“tertanam” melalui asosiasi dengan akses ke makanan, yakni suatu keadaan yang
memuaskan (hukum efek).
PSIKOLOGI
GESTALT
Fokus riset
dalam psikologi gestalt ini yaitu persepsi dalam belajar. Psikologi gestalt ini
juga berfugsi sebagai penentangan behaviorisme di pertangahan abad ke 20. Ada 4
asumsi dasar dalam psikologi gestalt yaitu
1.
berbeda
dengan behavioris dalam teoretisi gestalt berpendapat bahwa yang harus di
pelajari adalah perilaku “ molar “
bukan perilaku “ molecular “
2.
organisme merespon “ keseluruhan sensoris yang
“ tersegregasi “ atau gestalten
3.
lingkungan geografis yang hadir sebagaimana
adanya, berbeda dengan lingkungan behavioral yang merupakan cara sesuatu
muncul.
4.
Organisme
lingkungan sensoris adalah interaksi dinamis dari kekuatan-kekuatan didalam
struktur yang mempengaruhi persepsi individu.
Asumsi kedua dan
ketiga menyatakan bahwa individu memahami aspek dari lingkungan sebagai
organisasi stimuli dan merespons berdasarkan persepsi tersebut. Teoretisi
gestalt berpendapat bahwa organisasi atau susunan dari stimuli di lingkungan
itu sendiri adalah sebuah proses dimana proses ini akan mempengaruhi persepsi
individu (asumsi ke 4).
Organism
merespon keseluruhan ketimbang stimuli spesfik organisasi stimuli mempengaruhi
persepsi,dan indevidu membangun persepsi ketimbang hanya menerima informasi
secara pasif.
Karakteristik
tampilan stimulus yang mempengaruhi persepsi adalah komprehensivitas dan
stabilitas gambaran dalam hukum pragnanz dan karakteristik lain yang memberi
kontribusi pada kelengkapan suatu struktur dan pola.
Psikologi
gestalt memberi kontribusi dalam beberapa konsep untuk memahami pemecahan
masalah di mana konsep yang paling terkenal adalah konsep pemahaman atau
wawasan.kontri busi lain dari psikologi gestalt adalah pembedaan oleh
Wertheimer atas belajar arbitrer dan belajar bermakna dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pemecahan masalah .
Hal-hal yang
membatasi itu antara lain adalah kekakuhan fungsional yaitu ketidak mampuan
untuk melihat elemen-elemen dari masalah dengan cara baru dan kekakuhan dalam
memecahkan masalah .
PERBANDINGAN
ANTARA BEHAVIORISME DAN TEORI GESTALT
Behaviorisme dan
teori gestalt berbeda pandangan
filosofisnya tentang belajar dalam hal identifikasi prinsip yang dapat
di uji,pengandaan dalam observasi untuk verifikasi, dan aplikasi prinsip ke
situs nyata. Kedua teori ini juga mengilustrasikan perkembangan pengetahuan
melalui pengukuran yang akurat dan riset dan kondisi yang terkontrol.
Adapun aplikasi
ke pendidikannya yaitu psikologi behaviorisme dan gestalt mendasarkan suatu risetnya pada suatu asumsi
yang berbeda mengenai sifat dan belajar
fokus dalam studinya.
Behaviorisme
juga mendefenisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidentifikasikan
suatu stimuli dan respon spesifik sebagai fokus dalam risetnya dan sebaliknya
psikologi gestalt berpendapat bahwa seseorang merespon suatu stimuli yang
terorganisasi dan persepsi perorangan adaah suatu fakto yang sangat penting
untuk memecahkan suatu masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar